Sabar Adalah Setengah dari Iman dan Kemenangan Ada pada Kendali Diri
Pendahuluan
Kesabaran tidak berhenti pada menahan amarah atau memaafkan orang lain. Ia lebih dalam dari itu, sebuah kekuatan batin yang menegakkan iman, mengendalikan hawa nafsu, dan mendatangkan pertolongan Allah. Pada bagian ketiga dari rangkaian kunci sabar menghadapi gangguan manusia ini, kita akan menyingkap lima kunci penting yang semakin memperdalam makna sabar.
Pertama, meyakini bahwa sabar adalah setengah dari iman. Kedua, meyakini bahwa kesabaran merupakan keputusan atas dirinya sendiri, sekaligus bentuk pengendalian dan kemenangan. Ketiga, meyakini bahwa bila ia bersabar, maka Allah pasti akan menolongnya. Keempat, kesabaran yang meluluhkan hati lawan. Kelima, menyadari bahwa dendam justru bisa memperburuk keadaan.
Lima kunci ini mengajarkan bahwa sabar bukan kelemahan, melainkan kekuatan sejati yang menjaga iman, menghadirkan pertolongan Allah, melunakkan hati manusia, dan melindungi diri dari bahaya dendam. Dengan sabar, seorang mukmin menapaki jalan kemuliaan yang tidak bisa diraih dengan hawa nafsu.
-
- Meyakini bahwa sabar adalah setengah dari iman
Seorang hamba hendaknya menyadari bahwa sabar merupakan separuh dari iman. Dengan bersabar, ia menjaga dan melindungi imannya dari kekurangan. Karena itu, jika ia sabar, ia sebenarnya telah mempertahankan setengah imannya, sedangkan setengah lainnya adalah syukur.
Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang banyak bersabar lagi banyak bersyukur.” (Ibrāhīm: 5)
Ayat ini menunjukkan bahwa iman itu terbagi menjadi dua bagian: separuh sabar dan separuh syukur.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Menakjubkan urusan orang mukmin, sungguh seluruh urusannya adalah kebaikan, dan itu tidak dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika ia ditimpa musibah, ia bersabar, maka itu pun baik baginya.” (HR. Muslim no. 2999)
Dengan demikian, seorang mukmin sejati selalu berada di antara dua sikap mulia ini: syukur saat mendapat nikmat dan sabar saat ditimpa ujian. Keduanya menjadi pilar yang menjaga kesempurnaan iman. Maka sabar tidak boleh dianggap sebagai beban, melainkan bagian dari kekuatan iman yang menjadikan seorang hamba tetap teguh, tenang, dan kokoh dalam setiap keadaan.
-
- Meyakini bahwa Kesabaran Merupakan Keputusan atas Dirinya Sendiri, Sekaligus Bentuk Pengendalian dan Kemenangan
Kesabaran yang dimiliki seorang hamba sejatinya adalah keputusan yang ia ambil atas dirinya sendiri. Dengan bersabar, ia mampu menundukkan hawa nafsunya yang selalu mendorong untuk membalas, melampiaskan amarah, atau mencari kemenangan semu dengan jalan dendam. Nafsu yang tidak terkendali akan menyeret seseorang pada kehancuran, memperbudak dirinya, dan menjadikannya tawanan bagi syahwat dan amarah.
Sebaliknya, bila ia berhasil menahan diri, maka ia akan melihat betapa sabar itu menghadirkan keteguhan hati, kejernihan pikiran, serta ketenangan jiwa. Kesabaran akan menyingkap kekuatan batin, menampakkan kewibawaan, serta menjadikan dirinya unggul atas musuh. Dalam sabar terkandung kemenangan, karena ia bukan hanya menaklukkan lawan di luar, tetapi juga menundukkan musuh terbesar dalam diri: hawa nafsu.
Dengan demikian, sabar bukan kelemahan, melainkan kekuatan sejati yang meneguhkan hati, mengokohkan jiwa, dan menyingkirkan musuh-musuh batin yang sering kali lebih berbahaya daripada musuh lahiriah.
-
- Meyakini bahwa Bila Ia Bersabar, Maka Allah Pasti Akan Menolongnya
Seorang hamba hendaknya menanamkan keyakinan dalam hatinya bahwa kesabaran tidak pernah sia-sia. Bila ia memilih sabar, maka Allah Subhanahu wa Ta‘ala pasti akan menolongnya. Allah adalah sebaik-baik penolong bagi hamba-hamba-Nya yang bersabar, sementara siapa pun yang menyerahkan urusannya kepada Allah, ia tidak akan pernah dibiarkan sendiri.
Sebaliknya, orang yang memilih untuk membela dirinya dengan cara-cara nafsu, sejatinya ia telah melepaskan diri dari pertolongan Allah. Ia hanya bersandar pada kelemahan dirinya sendiri. Maka sungguh merugilah orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai penolong, karena ia tidak akan pernah mampu menandingi kekuatan Allah.
Ketika seorang hamba menyerahkan perkaranya kepada Allah dengan penuh sabar, ia sedang menanti janji-Nya. Ia sedang menunggu datangnya pertolongan yang dijanjikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang tabah. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَإِنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ
“Sesungguhnya pertolongan itu datang bersama kesabaran.” (HR. Ahmad no. 2800)1
Dengan kesadaran ini, hati seorang mukmin menjadi tenang. Ia tahu bahwa setiap kesabarannya akan berbuah pertolongan yang pasti datang dari Allah, meskipun mungkin waktunya tidak segera.
-
- Kesabaran yang Meluluhkan Hati Lawan
Kesabaran seseorang dalam menghadapi orang yang menyakitinya serta kesediaannya menanggung perlakuan itu sering kali menjadi sebab lawannya berhenti dari kezalimannya. Lambat laun, ia akan menyesali perbuatannya, merasa malu, lalu kembali dengan permintaan maaf dan penyesalan. Bahkan, bisa jadi orang yang semula menjadi musuh berubah menjadi sahabat dekat.
Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:
ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِي بَيۡنَكَ وَبَيۡنَهُۥ عَدَٰوَةٞ كَأَنَّهُۥ وَلِيٌّ حَمِيمٞ ٣٤ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ ٣٥
“Balaslah perbuatan buruk dengan cara yang lebih baik. Tiba-tiba orang yang sebelumnya memusuhimu seakan-akan menjadi teman yang setia. Sifat itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar, dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan besar.” (Fushshilat: 34–35)
Dengan kesabaran, seseorang bukan hanya menjaga dirinya dari sikap balas dendam, tetapi juga bisa memperbaiki akhlak orang lain. Ia merasakan ketenangan di hatinya, dan di saat yang sama, menjadi sebab perbaikan bagi orang yang menyakitinya.
-
- Menyadari Bahwa Dendam Justru Bisa Memperburuk Keadaan
Seseorang perlu menyadari bahwa dendam dan upaya membalas kezaliman tidak selalu menyelesaikan masalah, bahkan bisa menjadi sebab munculnya keburukan yang lebih besar. Membalas sering kali hanya menambah amarah lawan, memperkuat dorongan hawa nafsunya, dan melahirkan bentuk kejahatan baru yang lebih berat daripada sebelumnya.
Karena itu, orang yang berakal akan memilih jalan sabar dan maaf. Dengan bersabar, ia terhindar dari bahaya tambahan yang bisa lebih menyakitkan daripada luka awalnya. Sebaliknya, bila ia terus larut dalam dendam, mungkin saja lawannya akan melakukan tindakan yang jauh lebih buruk, hingga membawa pada kerugian jiwa, kehormatan, bahkan harta benda.
Kesabaran dan kebaikan hati dalam menghadapi gangguan sering kali menjadi perisai yang lebih ampuh dibanding balas dendam. Sebab, membalas kejahatan dengan cara yang baik bisa menghentikan permusuhan, sedangkan balas dendam hanya akan memperpanjang lingkaran keburukan.
Penutup
Lima kunci yang dipaparkan pada bagian ketiga ini menyingkap hakikat sabar yang sesungguhnya. Sabar adalah setengah dari iman, ia menjaga keutuhan hati seorang mukmin. Sabar adalah keputusan atas diri sendiri, tanda kemenangan melawan hawa nafsu. Sabar adalah jalan yang menghadirkan pertolongan Allah yang tidak pernah terlambat. Sabar mampu meluluhkan hati lawan, menjadikan permusuhan sirna dan berbuah kedekatan. Dan sabar adalah perisai yang menyadarkan, bahwa dendam hanya memperburuk keadaan.
Dengan lima kunci ini, sabar tidak lagi dipandang sebagai beban, melainkan cahaya yang menuntun langkah. Ia menenangkan hati, meneguhkan iman, dan mengubah luka menjadi pintu kebaikan. Maka, barang siapa menapaki jalan sabar, sesungguhnya ia sedang menapaki jalan para nabi dan orang-orang shalih yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta‘ala.
Tulisan ini dikembangkan oleh Hafizh Abdul Rohman, Lc., berdasarkan kitab الأُمُورُ الْمُعِينَةُ عَلَى الصَّبْرِ عَلَى أَذَى الْخَلْقِ (Kunci-Kunci Sabar dalam Menghadapi Gangguan Manusia) karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yang dikomentari oleh Prof. Dr. Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al-Badr, yang dimuat pada situs resmi beliau: https://www.al-badr.net/ebook/159.
Footnote :
1 Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad (no. 2800) dari hadis Ibnu ‘Abbas Radhiyallāhu ‘anhumā. Hadis ini dinilai sahih oleh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahīhah (no. 2382).
Ini merupakan artikel berseri dari Kunci Sabar Menghadapi Gangguan Manusia , artikel selanjutnya bisa dibaca di tautan ini.
